Sesuatu yang terus
berjalan, tidak pernah dapat berhenti. Sesuatu yang lebih penting dari apapun.
Sesuatu yang dapat membatasi segalanya. Sesuatu dan sesuatu. Entah sesuatu yang
satu ini begitu rumit. Terdefinisikan secara teori namun tidak dimengerti
secara realitas.
Sekali lewat, tidak bisa
kembali. Sekali disaat ini harus dijalani, sekali belum datang tidak bisa di lihat.
Lalu harus bagaimana memposisikannya?
Sumber Gambar : Hipwe.com
Ada yang hidup dengan
masa lalunya. Ada yang hidup terjebak dengan masa yang sedang dijalani. Ada
yang hidup dengan merisaukan masa yang akan datang.
Ada yang berharap seperti
masa lalu. Ada yang berharap semoga hari ini. Ada yang berharap semoga esok.
Ada yang belajar
dari kejadian kemarin. Ada yang belajar
dengan hari ini. Ada yang belajar dari khayalan masa depan.
Ada yang merasa terlalu
lama. Ada yang merasa tak terasa dan ada yang berharap semoga cepat berlalu.
Kita perlu waktu untuk
mendapatkan waktu yang lebih banyak. Kita perlu waktu untuk melewatkan waktu.
Kita perlu waktu untuk melihat waktu. Kita perlu waktu untuk memikirkan waktu.
Kita perlu waktu untuk menjalani waktu.
Jadi ??
Ah seandainya tidak ada
jam, tidak ada kalender sepertinya tidak akan ada waktu. Karena waktu selalu
ditunjukan dengan angka. Dan angka angka ini hanya hasil yang disepakati oleh
kebanyakan orang.
Jika waktu hanya membuat
bingung sepertinya boleh mengganti kata “waktu” dengan kata “kesempatan”.
Jika ingat waktu, ingat
kesempatan. Melihat jam dan kalender melihat kesempatan. Ingat deadline ingat
kesempatan. Ingat jadwal ingat kesempatan.
Kita tentu sepakat dengan
kata kebanyakan orang bahwa kita mempunyai lama waktu yang sama. Berarti kita
mempunyai kesempatan yang sama juga.
Kita tentu sepakat kata
kaum materialis bahwa waktu adalah uang. Jadi kesempatan yang kita punya bisa
menjadi uang.
Kita tentu sepakat kaum
agamis bahwa waktu adalah ibadah. Jadi kesempatan yang kita punya bisa menjadi
ibadah.
Kita tentu sepakat kata
penyair bahwa kita adalah abadi sedangkan waktu adalah fana. Berarti kesempatan
yang kita punya akan hilang, sedangkan kita akan abadi dengan hasil kesempatan
yang kita buat.
Jadi pada akhirnya kita
harus sepakat bahwa membiarkan waktu berjalan begitu saja, berarti kita
membiarkan kesempatan hilang begitu saja.
Lalu jika hidup tentang
kesempatan, bagaimana jika kita tidak sempat?
Jika hidup tentang
kesempatan, bagaimana tentang banyaknya pilihan terhadap kesempatan?
Jika hidup tentang
kesempatan, bagaimana tentang tidak adanya kesempatan?
Jika hidup tentang
kesempatan, bagaimana tentang konsekuensi dari kesempatan yang kita ambil?
Jika hidup tentang
kesempatan, bagaimana tentang hidup tapi tanpa kesempatan?
Jika
hidup tentang kesempatan, bagaimana jika tidak memiliki kesempatan untuk hidup?